Jumat, 08 Mei 2015

"DAENG SULTAN"



Hallo teman-teman, nama saya “Daeng Sultan”. Sedikit kami ceritakan; Daeng merupakan panggilan khas buat warga atau masyarakat setempat. Daeng bisa diartikan, kakak atau panggilan yang lebih tua. Sementara Sultan, karena Sulawesi Selatan memiliki banyak kerajaan keuturunan kesultanan dan Syekh dari Gowa. Seperti Sultan Alauddin, Sultan Hasanuddin dan Syekh Yusuf, dll. Namun panitia fokus satu kesultanan yang berperan penting dalam sejarah Selawesi Selatan. Alasan selanjutnya kata “Sultan” singkatan dari “Sulawesi Selatan”.

Untuk pertama kalinya, spesial FOSSEI. Panitia menggunakan ayam jantan menjadi maskot. Karena mengenang pahlawan nasional yang dikenal berani dari timur, yaitu SULTAN HASANUDDIN. Beliau dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Julukan ini didasari karena keberanian dan kebijaksanaannya dalam perang bersama VOC. Meskipun kalah, namun beliau tetap menunjukkan semangat keberanian bangsa Indonesia. Pihak VOC berkata, bahwa perang tersebut adalah pertempuran yang paling dahsyat dan terbesar serta memakan waktu yang paling lama dari pertempuran-pertempuran yang pernah dialami Belanda dibumi Nusantara saat itu.

Karena semangatnya yang pantang mundur, beliau diangkat menjadi Raja Gowa yang ke-16 setelah selama 16 tahun berperang melawan penjajah dan berusaha mempersatukan kerajaan nusantara. Setelah turun Tahta, Sultan Hasanuddin lebih banyak mencurahkan waktunya sebagai pengajar agama Islam sampai wafat hari Kamis 12 Juni 1670. Beliau saat itu berumur 39 tahun, umur yang sangat mudah dalam menapaki kisah hidup yang penuh dengan perjuangan demi kepentingan rakyat serta pengikut-pengikutnya.

Karakter yang ditampilkan oleh Sultan Hasanuddin, menjadi kekuatan utama dalam menghadapi kelicikan penjajah Belanda. Karakter tersebut dibangun dari sebuah budaya yang kuat, budaya Siri’ Na Pacce. Budaya ini jugalah yang mengakar dalam diri rakyat Kerajaan Gowa, sehingga mereka mampu mendukung penuh perjuangan Sultan Hasanuddin dan para pasukannya. Karakter yang seperti inilah yang sangat merepotkan bagi Belanda, padahal kualitas persenjataan milik Kerajaan Gowa masih tertinggal dibanding milik penjajah.

Budaya Siri’ Na Pacce mengandung dua kata dengan makna yang berbeda. Dua kata tersebut adalah Siri’ yang bermakna malu, harga diri atau kehormatan, kata kedua yaitu Pacce yang berarti kepekaan diri yang mengajarkan kepedulian sosial, bahkan lebih dari itu yaitu kesatuan dan kesetiakawanan. Dari Anonim (2012), Pacce juga memiliki makna lain yaitu tanggung jawab dan rela berkorban. Makna Na mengandung fungsi penghubung, sehingga Siri’ Na Pacce memiliki sebuah kesatuan makna.

Dalam praktiknya, budaya Siri’ Na Pacce telah melahirkan salah satu contoh tokoh yang menyejarah di nusantara Indonesia. Sultan Hasanuddin, ia menjadi row model manusia khas Bugis - Makassar (suku yang mendominasi rakyat Kerajaan Gowa dan sekutunya). Sultan Hasanuddin tampil tegas dan berani, serta reaktif terhadap gerakan penjajahan Belanda. Karena Siri’-nya, ia tidak ingin sedikitpun mengakui Belanda dan tunduk padanya. Dengan jiwa Pacce-nya ia mati - matian berjuang bersama rakyatnya. Selain itu, dengan semangat Pacce pulalah seluruh Kerajaan Gowa menjadi sangat solid dan militan, sehingga mereka mampu menyusahkan Belanda dalam berbagai interaksi peperangan. Sultan Hasanuddin juga dikenal sangat bijaksana, cerdas dan jujur. Karena sifat dan karakternya itulah ia sangat dicintai rakyatnya.

Menghargai sejarah perjuangannya, bandara besar di Sulawesi Selatan dinamakan “Bandara Sultan Hasanuddin”. Jika teman-teman akan berkunjung atau mengikuti MUNAS FOSSEI Ke-13, teman-teman akan melihat patung Sultan Hasanuddin dengan gagahnya dirancang berani dan memiliki jiwa semangat.

Oleh karenanya, panitia sangat terkesima pada perjuangannya untuk Indonesia yang memiliki semangat besar dan jiwa yang jujur nan baik. Dalam MUNAS FOSSEI ke-13, dengan semangat yang tinggi Sulawesi Selatan menjadi tuan rumah pertama kali di Indonesia bagian Timur dan keyakinan yang kuat pada penegakkan ekonomi Rabbani di Tanah Juang Sultan Hasanuddin.

Jika dahulu Beliau menjadi sejarah dalam pertempuran panjang bersama pihak VOC, kini kami FoSSEI Regional Sulawesi Selatan berserta KSEI sejajaran akan berjuang melawan ekonomi yang tidak memanusiakan manusia di kota Celebes.

oo0oo

FILOSOFI MASKOT MUNAS FOSSEI KE-13 TAHUN 2015
  • Ayam jantan merupakan julukan dari Sultan Hasanuddin dari pihak Belanda; “Ayam Jantan/Jago dari Timur”. Identik dengan pertaruhan atas gengsi bagi seorang laki-laki yang menjunjung tinggi keberanian dan kejantanan yang sesungguhnya membangun nilai sportifitas. Kultur dengan ayam jantan mewarnai perjalanan sejarah dan kebudayaan Sulawesi Selatan.
  • Topi berwana merah, itu bukan songkok atau topi biasa. Tapi pasappu sebuah bentuk ikat kepala tradisional Bugis Makassar yang awalnya terbuat dari kulit kayu (kini lebih dominasi penggunaan terbuat dari kain sutra) dengan bentuk mirip gelampir ayam jantan dengan simbol kejantanan serupa ayam jago tak kenal takut bila bertemu lawan. Pasappu digunakan dalam acara resmi juga ritual. Passapu juga digunakan oleh Paraga (tari), Pamanca (silat), indikasi nilai-nilai keberanian dan kebenaran yang harus di junjung tinggi bagi seorang laki-laki petarung. Serta angngaru (penyambutan tamu dari luar Sulawesi). Seiring perkembangan zaman, maka bahan passapu yang awalnya terbuat dari kulit kayu, kini ditemukan pula terbuat dari serat daun lontar yang dianyam, hingga lambat laun menggunakan kain yang kaku. Perihal Heroic keberadaan passapu ditandai sejak zaman passompe (perantau-berdagang). Kejelasan ciri passapu etnis pelengkap busana adat Bugis Makassar; ini menjadi spirit membangun nilai budaya atas kearifan lampau tanpa terhalangi proses perubahan sebagai pengayaan budaya masyarakat Sulawesi Selatan pada kelengkapan busana adat pria yang dihiasai dengan benang emas untuk stratifikasi  sosial Arung atau raja atau bangsawan dan (jika tidak terhias benang emas atau warna kuning) disebut passapu guru yang berstatus sebagai guru atau orang bijak, atau to maradeka. Maka dalam penggunaan corak penutup kepala passapu ini disesuaikan dengan status sosial masyarakat.
  • Baju ayam yang berwana biru, menjelaskan tentang eksistensi FoSSEI Regional Sulawesi Selatan yang berkantor di Kota Makassar dengan tetap menjalankan amanah kordinasi Sulawesi Barat dan Papua. Dengan kelambagaan warna biru yang berarti air laut pada Dress Code “Daeng Sultan” tersebut “tak akan mundur dalam dakwah ekonomi syariah” dengan bertolak filosofi Sulawesi Selatan bahwa “Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut ke Pantai”.
  • Buku Fikih Ekonomi Islam yang di peluk “Daeng Sultan”, simbol dengan memperjelas arah perjuangan para Ekonom Rabbani.
  • Warna merah hijau yang terletak dipinggang “Daeng Sultan” adalah sarung, warna khas FORKEIS. Sebagai pelaksana tugas yang tidak terlepas dari bantuan KSEI (Kelompok Studi Ekonomi Islam) Sejajaran yang ada di Sulawesi Selatan.
  • Celana dari “Daeng Sultan” berwarna hitam merupakan elemen sederhana, jika dikombinasikan dengan warna apapun akan terlihat menarik. Contoh kerjasama erat dengan seluruh lembaga ekonomi syariah dan lembaga keuangan Syariah Bank dan Non-Bank.
  • Warna orange yang terdapat di celana “Daeng Sultan”, ada delapan runcingan. Ini mendeksripsikan, bahwa ada delapan Ksei yang ada di Sulawesi Selatan. (KSEI FOSEI UNHASKSEI FORKEIS UIN AlauddinKSEI FoRSEI UMIKSEI IELC AL-AZHARKSEI LISENSI IAIN PALOPOKSEI RUMAH EKIS STAIN BONEKSEI FRESH UMPARKSEI SELC UIT). Dan delapan ini merupakan pengejewantahan dari eksistensi FoSSEI Regional Sul-Sel.
  • Bendera FoSSEI genggaman “Daeng Sultan”, merupakan akronim dari perjuangan Ekonomi Rabbani di Indonesia.
Jadi secara keseluruhan arti maskot dan nama dari “Daeng Sultan” yaitu seorang insan yang memiliki semangat juang yang tinggi demi menegakkan nilai-nilai syariah dalam berekonomi di tanah juang Sultan Hasanuddin”.



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar